REPORTASEJABAR.COM -Lebih dari 3.100 warga yang berasal dari RW 01 hingga RW 12 di Cipamokolan dan Arcamanik Endah mengungkapkan penolakan terhadap pembangunan gereja di wilayah mereka. Warga telah mempercayakan penyelesaian masalah ini kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Namun, meski telah disepakati bahwa dialog akan dilakukan, proses yang dimediasi oleh Kesbangpol pada 9 Februari 2022 belum terealisasi hingga kini.
Pada 13 Desember 2023, masyarakat terkejut dengan peletakan batu pertama pembangunan gereja di Cipamokolan dan proses perizinan alih Fungsi GSG di Arcamanik Endah menjadi Rumah Ibadah / Gereja yang dilakukan tanpa adanya dialog dengan pihak yang menolak. Sebelumnya, MUI mengundang panitia pembangunan untuk berdialog pada 11 Desember 2023, namun undangan tersebut diabaikan tanpa penjelasan yang jelas.
Dalam audiensi dengan Komisi A DPRD Kota Bandung pada 24 Desember 2024, panitia pembangunan menyatakan bahwa mereka merasa tidak perlu berdialog dengan MUI dan LPM. Mereka beralasan bahwa masalah ini bukan menjadi ranah kedua lembaga tersebut. Sikap ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap peran kedua lembaga resmi yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas, sebagaimana diatur dalam:
- Permendagri No. 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan.
- Peraturan Wali Kota Bandung No. 11 Tahun 2024 tentang Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Warga Cipamokolan dan Arcamanik Endah mendesak panitia pembangunan untuk menghormati kesepakatan dan segera melaksanakan dialog yang telah disetujui sebelumnya. Mereka juga berharap agar pemerintah dan DPRD Kota Bandung dapat berperan sebagai mediator yang aktif dalam menyelesaikan konflik ini, demi terciptanya keharmonisan di masyarakat.
Tim.