REPORTASEJABAR.COM -Jakarta, – Kisruh antara masyarakat dengan yang klaim sebagai pemilik sah kawasan Wisata Puncak Guha Desa Sinar Jaya Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut terus memanas.
Masyarakat yang menolak beralasan bahwa pemilik sertifikat atas lahan di kawasan wisata Puncak Guha diragukan keabsahannya.
Hal tersebut di ungkapkan salah seorang warga seputar puncak guha berinisial “Y” kepada awak media (21/4/2024)
Lanjutnya, kami sebagai warga puncak guha yang sudah berdiam diri puluhan tahun nerasa kaget saja dengan kemunculan orang suruhan dari pemilik lahan masalahnya, setahu saya tanah yang kami diami adalah berstatus Tanah Negara (TN) dan kami disini sekedar mengelola saja, tapi tiba-tiba ada yang klaim sebagai pemilik sah dengan menunjukan bukti kepemilikan sertifikat kami disini dibuat bertanya-tanya “ko bisa Tanah Negara bisa beralih kepemilikan menjadi milik perorangan, ujarnya.
“Kami bukannya menolak untuk keluar dari wilayah puncak guha, bahkan beberapa orang dari kami termasuk saya sendiri sampai harus berhadapan dan di proses secara hukum di Polres Garut karena adanya pengaduan dari salah seorang yang dikuasakan pemilik Sertifikat, yang di sangkakan pada kami bahwa kami dianggapnya telah melakukan penyebotan dan penggelapan, imbuhnya
” Kami akan keluar dengan sendirinya di lahan Puncak Guha dengan catatan harus ada kepastian secara hukum, apakah lahan yang kami diami berstatus tanah negara atau milik perorangan, karena sejauh ini banyak kejanggalan, pungkas “Y”, maka dari itu saya dan warga yang masih bertahan mengadukannya ke LSM Badan Pemantau Kebijakan Publik (LSM-BPKP) untuk mendapat perlindungan secara hukum, ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum LSM BPKP, A.Tarmizi saat dikonfirmasi mengatakan, ” memang betul warga yang ada di wilayah puncak Guha mengadukan nasibnya dan meminta perlindungan secara hukum pada kami terlebih ada dari mereka adalah anggota kami”, tegasnya
Setelah kami pelajari dan kaji secara hukum persoalan dan polemik yang ada di puncak guha bersama tim Hukum yang ada di LSM BPKP, kami memandang perlu adanya kepastian hukum apakah lahan tersebut adalah milik negara atau tanah negara atau memang benar milik pribadi berdasarkan SHM no 46 atas nama HENDRO MARTONO dan 45 atas nama Drs. SUNARYO Dimana masing-masing sertifikat diterbitkan pada tahun 2000 oleh BPN Kabupaten Garut berdasarkan Akta Jual Beli No 596/1999 tanggal 26-10-1999 atas nama Drs. SUNARYO dan Akta Jual Beli No.595/1999 tertanggal 26-10-1999 dimana kedua Akta Jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah Aam Warlimah, SH., pungkasnya.
Agar tidak berlarut-larut permasalahannya selain untuk menghindari hal-hal yang tidak kita harapkan, maka pada kamis, 18 April 2024, kami bersama warga berangkat ke jakarta mengirimkan Laporan pengaduan (Lapdu) ke Kejaksaan Agung di Jakarta,
” Mengenai warga yang mendiami dan mengelola Puncak Guha selama ini yang dianggap tak memiliki hak atas kepemilikan lahan, perlu diingat, warga masih beranggapan bahwa Tanah dan lahan tersebut berstatus Tanah Negara, selain itu warga pun berpikiran sebagai warga negara memiliki hak atas kehidupan yang layak yang dijamin oleh negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3″
” Tujuan kami berangkat ke Jakarta agar segera ada tindakan dan langkah hukum dari pihak kementerian ATR/BPN selain itu untuk memberikan kepastian hukum kepada kita semuanya yang memiliki atensi atas polemik yang terjadi di kawasan wisata Puncak Guha”, tuturnya
” Kami Menghimbau kepada semua pihak agar bersabar dan menahan diri, kita sama-sama hormari proses hukum yang sedang berjalan dan kita tunggu langkah dan proses Hukum seperti apa yang akan diambil oleh Kejaksaan Agung. Maupun kementerian ATR/BPN di Jakarta, tutupnya.
Sampai berita ini diturunkan, …. belum mengkonfirmasi kepada para pihak baik pemilik sertifikat dan BPN Kabupaten Garut.
(tim)