
Reportasejabar.com -Penggunaan Dana Desa di Desa Wangkelang, Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, kembali menuai sorotan publik. Alih-alih menjadi instrumen pembangunan warga, dana yang digelontorkan hampir satu miliar rupiah per tahun justru menimbulkan tanda tanya besar. Warga mempertanyakan transparansi dan legalitas proyek yang dibiayai uang negara itu, terutama setelah muncul dugaan bahwa pembangunan sarana publik dilakukan di atas tanah milik pribadi kepala desa.
Data terakhir per 10 Juli 2025 menyebutkan Dana Desa Wangkelang mencapai Rp967.389.000, dengan penyaluran sebesar Rp527.534.200. Dari total tersebut, kegiatan pembangunan jalan, talud, dan sarana wisata menyedot dana Rp198.000.000. Fakta yang mencuat kemudian mengejutkan publik: proyek itu berdiri di atas lahan milik Kepala Desa. Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya benturan kepentingan dan potensi penyalahgunaan kewenangan.
Sejumlah warga menyatakan keberatan atas praktik tersebut. Mereka menilai proyek yang seharusnya menjadi aset publik tidak semestinya dibangun di atas tanah pribadi. “Kalau benar dana desa dipakai untuk membangun di tanah pribadi, itu sama saja menguntungkan diri sendiri,” ujar seorang tokoh masyarakat. Kekecewaan warga semakin dalam setelah papan proyek dilaporkan dicopot meski pembangunan belum tuntas dan belum memasuki tahap pemeliharaan.
Saat dikonfirmasi awak media, Kepala Desa Qodar tidak membantah bahwa proyek tersebut berada di atas tanahnya. Ia berkilah bahwa pembangunan dilakukan demi kepentingan umum dan sektor wisata desa. Namun secara hukum, pernyataan tersebut tidak menghapus potensi pelanggaran. Pembangunan menggunakan uang negara di atas tanah pribadi tanpa proses hibah atau pelepasan hak yang sah melanggar prinsip akuntabilitas, transparansi, dan regulasi keuangan desa. Apalagi, hilangnya papan proyek menambah kecurigaan akan minimnya keterbukaan dan pengawasan.
Pengamat kebijakan publik menilai kasus ini mencerminkan lemahnya kontrol terhadap dana desa di banyak wilayah. Dana desa bukan milik kepala desa, melainkan dana publik yang harus dikelola secara kolektif bersama BPD dan masyarakat. Tanpa transparansi, partisipasi, dan mekanisme hukum yang tegas, penyimpangan akan terus berulang. Pertanyaan utama pun mengemuka: jika dana desa dipakai membangun fasilitas di lahan pribadi, apakah itu bisa dibenarkan? Jawabannya jelas—dari sisi etik, administratif, dan hukum—tidak.
Red.