REPORTASEJABAR.COM -Jakarta Pusat – Polemik ruang publik kembali mencuat di ibukota. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada sebuah kedai makan bernama “Kedai Mie Tjap Chili” yang berlokasi di Jalan Cempaka Putih Tengah I No. 7, Jakarta Pusat. Usaha kuliner yang menyajikan hidangan mie pedas ini diduga kuat telah melanggar peraturan daerah dengan memanfaatkan trotoar sebagai area berjualan, sehingga mengganggu hak pejalan kaki.
Berdasarkan pantauan dan keluhan warga sekitar, Kedai Mie Tjap Chili disinyalir telah memperluas area usahanya hingga ke badan trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki. Padahal, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum secara tegas mengatur fungsi utama trotoar sebagai jalur aman dan nyaman bagi pejalan kaki, area untuk fasilitas umum, serta aksesibilitas bagi seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Tindakan yang diduga dilakukan oleh Kedai Mie Tjap Chili ini tidak hanya melanggar Perda Ketertiban Umum. Sejumlah peraturan dan norma lain pun berpotensi ikut terlanggar. Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta terkait penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), misalnya, yang mengatur bahwa penggunaan trotoar untuk berdagang harus memiliki izin khusus dan sangat terbatas, kemungkinan besar juga terabaikan jika kedai mie ini melakukan perluasan secara permanen tanpa izin yang jelas.
Tak hanya itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang bertujuan mendukung perkembangan usaha kecil, juga mengamanatkan agar operasional usaha tetap mematuhi peraturan yang berlaku. Penggunaan trotoar secara ilegal jelas menciderai prinsip bisnis yang bertanggung jawab.
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, tindakan ini juga dinilai melanggar norma sosial dan etika bisnis. Trotoar yang seharusnya menjadi ruang publik bersama, khususnya bagi pejalan kaki, justru dialihfungsikan untuk kepentingan komersial pribadi. Hal ini menunjukkan kurangnya empati terhadap kebutuhan dan keselamatan pejalan kaki, termasuk kelompok masyarakat yang paling rentan. Dalam konteks etika bisnis, tindakan ini bertentangan dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), di mana bisnis diharapkan menghormati hukum dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, bukan malah merugikannya.
Ancaman Sanksi Mengintai Pelanggar.
Pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan terkait penggunaan trotoar dapat dikenakan berbagai sanksi. Sanksi hukum positif yang tertuang dalam Perda dapat berupa peringatan, penertiban paksa bangunan atau fasilitas usaha yang melanggar, hingga pengenaan denda. Bahkan, jika pelanggaran terjadi berulang atau dianggap berat, izin usaha Kedai Mie Tjap Chili dapat dicabut oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Selain sanksi hukum, ancaman sanksi sosial dan ekonomi pun nyata. Kecaman dari masyarakat yang merasa haknya dirampas, citra buruk bagi usaha yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan pelanggan, hingga kemungkinan terjadinya aksi boikot dapat menjadi konsekuensi bagi Kedai Mie Tjap Chili. Kerugian pendapatan akibat penertiban atau boikot serta biaya yang timbul akibat proses penertiban juga menjadi risiko yang harus ditanggung pelaku usaha.
Masyarakat Dirugikan, Efek Jera Jadi Kunci:
Dampak paling merugikan dari penyerobotan trotoar ini adalah hilangnya hak pejalan kaki atas ruang publik yang aman dan nyaman. Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pun terenggut, memaksa mereka dan pejalan kaki lainnya untuk menghadapi risiko berjalan di badan jalan yang berbahaya.
Agar kejadian serupa tidak terulang, penegakan hukum yang tegas dan konsisten menjadi kunci. Penertiban yang efektif dan berkelanjutan, denda yang signifikan, hingga pencabutan izin usaha bagi pelanggar berat perlu diterapkan tanpa kompromi. Selain itu, sosialisasi dan edukasi yang masif kepada pelaku usaha dan masyarakat tentang pentingnya fungsi trotoar dan konsekuensi pelanggaran juga memegang peranan krusial.
Dampak paling merugikan dari penyerobotan trotoar ini adalah hilangnya hak pejalan kaki atas ruang publik yang aman dan nyaman. Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pun terenggut, memaksa mereka dan pejalan kaki lainnya untuk menghadapi risiko berjalan di badan jalan yang berbahaya.
Agar kejadian serupa tidak terulang, penegakan hukum yang tegas dan konsisten menjadi kunci. Penertiban yang efektif dan berkelanjutan, denda yang signifikan, hingga pencabutan izin usaha bagi pelanggar berat perlu diterapkan tanpa kompromi.
Selain itu, sosialisasi dan edukasi yang masif kepada pelaku usaha dan masyarakat tentang pentingnya fungsi trotoar dan konsekuensi pelanggaran juga memegang peranan krusial.
Hanya dengan pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tanpa pandang bulu, diharapkan trotoar di Jakarta dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya, memberikan hak yang layak bagi seluruh pejalan kaki. Akankah Kedai Mie Tjap Chili menjadi contoh berikutnya dari penegakan peraturan di ibu kota? Kita tunggu aksi nyata dari pihak berwenang. (Tim/Red)







