Oleh: Prof. Dr. Nandan Limakrisna
Pendahuluan
Cuaca ekstrem kini menjadi realitas baru bagi masyarakat Jawa Barat. Banjir, kekeringan, dan ketidakpastian musim tanam menyebabkan kerugian besar bagi petani dan pelaku usaha kecil. Dampak ini tidak hanya bersifat lingkungan, tetapi juga ekonomi. Sektor pertanian—yang menyerap jutaan tenaga kerja di Jawa Barat—menjadi salah satu sektor paling rentan.
Dalam perspektif ekonomi konvensional, masalah ini sering diselesaikan melalui bantuan darurat dan kebijakan fiskal jangka pendek. Namun dari sudut pandang ekonomi syariah, cuaca ekstrem harus dilihat sebagai ujian yang menuntut perubahan perilaku ekonomi menuju keberlanjutan (sustainability) dan keadilan (al-‘adl). Prinsip ini menekankan bahwa kesejahteraan tidak dapat dicapai dengan merusak lingkungan yang menjadi sumber rezeki itu sendiri.
Cuaca Ekstrim dan Krisis Produktivitas Pertanian
Perubahan iklim menyebabkan pola tanam yang tidak menentu, menurunkan produktivitas lahan, dan meningkatkan biaya pupuk serta air. Akibatnya, margin keuntungan petani semakin tipis. Ironisnya, sebagian besar masih bergantung pada pupuk kimia sintetis, yang dalam jangka panjang justru mempercepat degradasi tanah.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia yang berlebihan menurunkan kandungan bahan organik tanah di Jawa Barat hingga di bawah 1%. Padahal batas idealnya adalah 5%. Ini artinya, tanah Jawa Barat kini semakin “mati” — tidak mampu menyerap air dengan baik saat hujan deras dan cepat kering saat kemarau.
Dalam konteks inilah, pupuk organik dan hayati menjadi solusi bukan hanya ekologis, tetapi juga ekonomis dan syariah.
Ekonomi Syariah: Jalan Tengah dalam Krisis Iklim
Ekonomi syariah memiliki prinsip fundamental yang sangat relevan untuk menghadapi cuaca ekstrem, yaitu:
- Al-Maslahah (kemaslahatan bersama)
Kebijakan ekonomi harus memberikan manfaat bagi manusia dan lingkungan secara seimbang. Penggunaan pupuk hayati yang menjaga kesuburan tanah dan mengurangi pencemaran air merupakan bentuk nyata maslahah. - Al-Istihlak wa al-Istihsan (konsumsi yang baik dan bijak)
Islam menolak sikap israf (berlebihan). Dalam konteks ini, penggunaan pupuk kimia berlebihan hingga merusak ekosistem adalah bentuk pemborosan yang bertentangan dengan nilai syariah. - Al-Tawazun (keseimbangan antara manusia dan alam)
Prinsip ini menekankan hubungan harmonis antara produksi ekonomi dan pelestarian lingkungan. Cuaca ekstrem adalah peringatan agar manusia kembali menyeimbangkan kegiatan ekonominya dengan prinsip tawazun.
Pupuk Organik sebagai Instrumen Ekonomi Syariah
Penggunaan pupuk organik dan hayati tidak sekadar persoalan teknis pertanian, tetapi bagian dari implementasi nilai ekonomi syariah dalam praktik riil.
Beberapa alasan utama:
- Menghidupkan Tanah, Menghidupkan Ekonomi
Pupuk organik memperbaiki struktur tanah, meningkatkan mikroorganisme, dan memperpanjang umur produktif lahan. Ini menurunkan biaya jangka panjang dan meningkatkan hasil pertanian tanpa merusak lingkungan. Secara ekonomi, hal ini mengurangi ketergantungan petani pada impor pupuk kimia yang harganya fluktuatif.
- Sirkularitas Ekonomi dan Zero Waste
Prinsip recycle and reuse dalam pembuatan pupuk organik sejalan dengan konsep halalan thayyiban dan green economy. Limbah ternak, kompos, dan bahan hayati menjadi sumber daya ekonomi baru yang memberdayakan desa.
- Keadilan dan Kemandirian Petani
Dengan memproduksi pupuk organik sendiri, petani tidak lagi menjadi objek pasar pupuk industri besar. Ini sejalan dengan prinsip ta’awun (saling tolong menolong) dan istiqlal (kemandirian).
- Instrumen Keuangan Syariah untuk Adaptasi Iklim
Lembaga keuangan syariah dapat menyalurkan dana zakat produktif, wakaf pertanian, dan qard hasan untuk pembiayaan pupuk organik dan sistem pertanian adaptif. Skema ini tidak berbasis bunga (riba), melainkan berbasis manfaat dan keberlanjutan.
Strategi Penerapan di Jawa Barat
Untuk mengimplementasikan sinergi antara ekonomi syariah dan pengembangan pupuk organik, diperlukan langkah-langkah strategis berikut:
- Kolaborasi Ulama, Akademisi, dan Pemerintah Daerah
Majelis Ulama Indonesia (MUI), universitas, dan dinas pertanian perlu membangun ekosistem edukasi pertanian berkelanjutan berbasis nilai-nilai Islam, termasuk pelatihan pembuatan pupuk hayati di pesantren dan kampung tani. - Integrasi dengan Program BUMDes dan Koperasi Syariah
BUMDes dapat menjadi pusat produksi pupuk organik desa dengan dukungan modal dari koperasi syariah. Hal ini menciptakan lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan ketahanan pangan daerah. - Sertifikasi dan Insentif Pertanian Halal-Organik
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat mengembangkan Halal Organic Certification yang memberi insentif pajak atau akses pasar bagi petani organik. Ini meningkatkan daya saing produk lokal di pasar domestik dan ekspor. - Dukungan Riset dan Inovasi Hayati Lokal
Perguruan tinggi di Jawa Barat seperti UNWIM, IPB, dan UPI dapat berperan mengembangkan biofertilizer lokal seperti BIOSOLTAMAX—produk organik berbasis mikroba unggul yang sudah terbukti meningkatkan hasil tanaman tanpa mencemari lingkungan.
Perspektif Makro: Pupuk Organik sebagai Investasi Ketahanan Ekonomi
Investasi di sektor pupuk organik sejalan dengan tujuan makro ekonomi syariah yaitu maqashid al-syariah — menjaga jiwa (hifz al-nafs), harta (hifz al-mal), dan lingkungan (hifz al-bi’ah).
Ketika cuaca ekstrem mengancam produksi dan pendapatan, pupuk organik menjadi alat strategis untuk menjaga ketahanan ekonomi masyarakat melalui produktivitas yang stabil dan biaya produksi yang efisien.
Dalam jangka panjang, ini memperkuat ketahanan pangan nasional dan menurunkan ketergantungan impor pupuk kimia, sehingga meningkatkan kemandirian ekonomi bangsa sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045.
Kesimpulan
Cuaca ekstrem di Jawa Barat menuntut paradigma baru dalam mengelola ekonomi daerah. Pendekatan ekonomi syariah menawarkan solusi yang menyatukan keberlanjutan ekonomi, keadilan sosial, dan pelestarian lingkungan. Pupuk organik bukan hanya alat pertanian, tetapi simbol dari perubahan menuju ekonomi yang halal, hijau, dan mandiri.
Jika ekonomi syariah menjadi pondasi kebijakan, dan pupuk organik menjadi instrumen nyata di lapangan, maka Jawa Barat dapat menjadi model “green economy berbasis nilai Islam” tangguh menghadapi perubahan iklim, dan sejahtera tanpa merusak bumi.
Tentang Penulis:
Prof. Dr. Nandan Limakrisna adalah Guru Besar Bidang Manajemen dan Ekonomi di Universitas Persada Indonesia (UPI) Y.A.I Jakarta, serta penggagas Snowball Business Model dan pendiri PT Bandung Inovasi Organik.

Oleh: Prof. Dr. Nandan Limakrisna







