Pekanbaru, Riau Reportasejabar.com – Kinerja PT. Agrinas Palma Nusantara (Persero) yang merupakan perusahaan di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, salah satunya Forum LSM Riau Bersatu.
Kekhawatiran Forum LSM Riau Bersatu, sejak awal penyitaan lahan kebun sawit di areal hutan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menjadi kenyataan. Karena dalam perjalanannya hingga lahan dalam penguasaan Satgas PKH dikelola PT. Agrinas Palma Nusantara, telah banyak menuai konflik di tengah masyarakat.
Ketua Forum LSM Riau Bersatu, Ir. Robert Hendrico mengamati, perkembangan PT Agrinas Palma Nusantara dengan sandaran Perpres No. 5 tahun 2025, berdampak bahwa kebijakan regulasi memunculkan konflik di masyarakat sekitar hutan, seperti kasus di Kab. Siak, Kabupaten Rohil dan Kab. Rohul.
Oleh sebab itu, kata Robert, dirinya bersama Tokoh Masyarakat berencana akan menggelar Dialog Terbuka dengan melibatkan Pelaku Usaha, Isntansi terkait, serta Stakeholder lainnya.
“Dalam waktu dekat kita akan mengadakan dialog terbuka terkait PT Agrinas Palma Nusantara. Hari ini kita akan merumuskan poin-poin yang akan kita bawa dalam dialog terbuka nanti,” ucap Robert saat membuka acara Pra Dialog dengan tema “Membedah Perkebunan Sawit Dalam Kawasan Hutan Ditinjau dari Perpres No. 5 Tahun 2025 dan keberadaan PT Agrinas Dalam Pengelolaan Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan” yang diadakan di Wareh Kupie, jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru, Senin (03/11/2025).
“Yang penting status kepemilikan kebun sawit harus jelas, jangan pula penertiban yang dilakukan justru menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, lahan hasil sitaan Satgas PKH yang ditertibkan diserahkan kepada PT Agrinas. Namun yang terjadi, PT Agrinas yang merupakan perusahaan BUMN malah meng-KSO kan. Kalau PT. Agrinas itu tangguh, cerdas dan profesional, harusnya tangguh dan qualified, bukan meng-KSO kan.
Rancunya lagi, kata Robert, persoalan lahannya belum diselesaikan, malah PT Agrinas menyepakati Kerjasama Operasional (KSO) kepada perusahaan lain, tanpa menyelesaikan persoalannya.
Menurut Robert, selama ini PT Agrinas sangat kurang memberikan sosialisasi. Padahal masyarakat sangat berharap kepada PT. Agrinas, apakah mereka yang tergabung pada Koperasi atau Kelompok Tani mendapatkan pekerjaan dari pengelolaan sawit yang berada dalam kawasan hutan? Tapi kenyataannya, mereka yang mengelola datang dari daerah luar, sehingga yang terjadi, hadirnya PT. Agrinas menimbulkan persoalan baru.
Ia juga mengatakan, terkait ketidak sinkronan kinerja PT. Agrinas, Forum LSM Riau Bersatu akan menyurati PT Agrinas yang hingga kini belum diketahui keberadaan kantornya.
Sementara itu, Tokoh Cendikiawan, Mayjen (Purn) Priyadi Agus Priyanto mengatakan, PT Agrinas yang merupakan sebuah BUMN seharusnya memiliki pemikiran bisnis yang bisa mendapatkan hasil untuk negara. Sedangkan PT. Agrinas mendapatkan limpahan pekerjaan dari Satgas PKH dalam kondisi overload, sehingga dalam mengelola sawit jadi kesulitan. Pekerjaan yang dilimpahkan kepada pihak KSO malah menghasilkan konflik di tengah masyarakat sekitar hutan.
Diantara persoalan tersebut akibat limpahan pekerjaan yang diterima, sementara persoalan legalitas lahan perkebunan dari sitaan Satgas PKH belum diselesaikan. Seharusnya mereka mengerjakan dulu secara hukum lahan tersebut menjadi legal, baru di KSO kan.
Sebaliknya yang terjadi, PT Agrinas meng-KSO kan tugasnya kepada pihak lain non masyarakat, sementara kondisi persoalan belum diselesaikan.Indikasi pemain lama dan pemain baru (perusahaan) ini tercermin dalam kondisi di KSO kan ini.
Konsekuensinya, ketika PT Agrinas tidak mampu tentu dengan mengganti perusahaan yang baru.
Agrinas dengan perusahaan penerima KSO bekerjasama dengan Oknum Kepala Desa diduga ingin “menguasai” lahan petani
“PT. Agrinas Palma Nusantara kan milik pemerintah (BUMN). Mengirim surat kepada pemilik lahan bermodalkan amplop polos harga seribuan dengan tulisan tangan tanpa nama maupun logo PT. Agrinas? Kenapa berbeda dengan amplop surat yang diterima Kepala Desa? Apa benar surat dari PT. Agrinas, atau direkayasa?” tanya Rahmad sambil menunjukkan surat yang diterima Sanusi Sitorus di Desa Rambai dan surat Supendi di Desa IV Koto Setingkai.
Terbaru, ungkap Rahmad, informasi yang mereka terima, bahwa yang memberikan surat kepada Sanusi Sitorus dan Hutagaol melalui Kepala Desa Sungai Rambai, Dedi Kandar SY, serta Supendi melalui istri Kepala Desa IV Koto Setingkai, bukan pihak PT. Agrinas, tetapi pihak PT. Parumartha Permai yang diduga bernama Fernandus Gultom.
Ironisnya, surat Supendi ditulis tangan bernada rasis, Supendi (Pendi Cina).
“Dari rangkaian yang saya sampaikan di atas, apabila surat untuk petani benar-benar dari PT. Agrinas Palma, sebegitu buruk kah administrasi di perusahaan milik negara tersebut? Saya tak percaya. Ini saya duga ada “permainan” untuk mengambil keuntungan dari lahan petani,” imbuh Rahmad.
“Seharusnya PT. Agrinas Palma Nusantara melakukan perjanjian kerjasama kemitraan atau Kerjasama Operasional (KSO) kepada Kelompok Tani atau Koperasi setempat. Kalau ini dilakukan, tidak akan ada kemarahan masyarakat,” pungkasnya.
Dalam acara pra dialog, dihadiri Ketua Forum LSM Riau Bersatu dan jajaran, Robert Hendrico, Tokoh Cendekiawan Riau, Mayjen (Purn) Priyadi Agus Priyanto, Pejabat Disbun Riau, Tokoh Masyarakat Riau, Fauzi Kadir dan Ian Machyar, Ketua LSM Gakorpan Prov. Riau, Rahmad Panggabean, Akademisi, Pengacara, Pelaku Usaha, Ketua Koperasi dan lainnya.
(Tim).








