
Reportasejabar.com -Sengkarut Data HGU: BPN Nagan Raya dan PT SPS 2 Saling Lempar Tanggung Jawab Tak Berani Tampilkan Fisik HGU, Warga Desa Babah Lueng Jadi Korban
Nagan Raya, Aceh (GMOCT) 12 Oktober 2025 – Polemik terkait keterbukaan informasi Hak Guna Usaha (HGU) kembali mencuat di Nagan Raya, Aceh, setelah PT SPS 2 Agrina dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat terlibat saling lempar tanggung jawab untuk memperlihatkan bukti fisik ijin HGU yang diklaim oleh PT SPS 2 Agrina untuk dijadikan dasar melaporkan dua warga Desa Babah Lueng. Konflik ini berdampak langsung pada warga Desa Babah Lueng yang kini terancam kriminalisasi.
Persoalan bermula ketika Anas Muda Siregar dari PT SPS 2 Agrina, pada Kamis (9/10/2025), mengklaim memiliki HGU Nomor 34 Tahun 1999 dan menyuruh team liputan khusus GMOCT mendatangi pihak BPN Nagan Raya untuk menunjukkan bukti fisik izin tersebut. Namun, Kepala BPN Nagan Raya, Safwan, melalui sambungan telepon pada Jumat (10/10/2025), justru balik mempertanyakan klaim tersebut. “Jika memang SPS 2 Agrina merasa memiliki HGU, maka pihak dia lah yang harus memperlihatkan, kenapa lempar tanggung jawab,” ujarnya.
” Biar nanti saya tegur pihak SPS 2 nya ” tegas Safwan pula.
Ironisnya, Fitrah, seorang staf BPN Nagan Raya, justru menyatakan bahwa bukti fisik izin HGU adalah informasi publik yang dikecualikan. “Jika ingin mengaksesnya, silakan untuk mendatangi Kanwil BPN Banda Aceh,” kata Fitrah kepada tim liputan khusus GMOCT yang mendampingi perwakilan warga Desa Babah Lueng.
Pernyataan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang secara tegas menyatakan bahwa dokumen izin HGU adalah informasi yang wajib disediakan dan diakses oleh publik. Keterbukaan informasi HGU sangat penting untuk memastikan transparansi pengelolaan sumber daya alam dan mencegah konflik dengan masyarakat lokal.
Akibat dari ketidakjelasan ini, dua warga Desa Babah Lueng dilaporkan oleh PT SPS 2 Agrina dengan dasar HGU yang keberadaannya masih menjadi tanda tanya. Selain itu, sejumlah warga lain yang memiliki izin garap lahan sporadik (SKT) dan telah membayar pajak juga merasa terancam.
Masyarakat kini menuntut ketegasan dari Kepala BPN Nagan Raya untuk memanggil PT SPS 2 Agrina dan menyelesaikan persoalan ini secara transparan. Mereka juga meminta perlindungan hukum bagi warga Desa Babah Lueng yang menjadi korban dari sengkarut data HGU ini.
Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan betapa sulitnya akses informasi publik terkait HGU di Indonesia, meskipun peraturan perundang-undangan telah mengamanatkannya. Konflik kepentingan dan ketidakjelasan informasi seringkali menjadi penyebab utama sengketa lahan yang merugikan masyarakat kecil.
Team/GMOCT
Editor: